Presiden pun kalah dengan Perokok (Filosofi Rokok)




Suatu hari……

Seorang pasien lugu datang untuk konsultasi ke dokter. Di ruangan, sang dokter bertanya,”Apa masalahnya?”

“Begini dok,” ucap si pasien,”Saya ingin berhenti merokok.”

“Ohhh….Gampang itu mah.”
Sang dokter berkata penuh ketenangan.

“Gampang gimana, dok? Saya sudah lama jadi perokok.”

“Caranya, sumpal rokoknya ke lobang pantat.”

“Ohhh…! Begitu. Akan saya coba, dok.”

Sebulan kemudian sang pasien lugu ini kembali menemui dokter.
“Dok,” keluhnya di depan dokter.

“ Ada masalah apa lagi?”

“Ini dok, saya sudah berhenti merokok.”

“Terus?”

“Anu, dok. Saya nggak bisa berhentiin kebiasaan masukin rokok ke pantat.”

Dokter,”()@)^&#$%$@*&!)#^???!!!”


Itu hanyalah sekian dari jutaan lelucon soal rokok. Masih banyak lagi yang lebih tolil dari ini, dan mungkin lebih ironis atau lucu. He’hoh!

Rokok, bagi sebagian orang, merupakan sahabat, musuh, sumber penghasilan, sumber kehidupan, sumber kemakmuran, sumber pendapatan negara dan segala jenis sumber, termasuk penyakit. Benarkan demikian? Rokok sumber penyakit? Bisa jadi itu hanya mitos, atau konspirasi pengusaha-pengusaha non-rokok, yang iri dengan keuntungan dari penjualan rokok. Can be anything. Tetapi yang jelas, di buku yang dipinjamkan bos saya, berjudul “Filosofi Rokok. Sehat Tanpa Berhenti Merokok” barulah ada setitik terang tentang segala kebaikan tembakau a.k.a rokok. Nah lho?! Kok bisa?

Untuk menjawabnya, Anda mungkin bisa membaca Filosofi Rokoknya Suryo Sukendro. Di sini dibahas dari awal mula lahirnya rokok di berbagai belahan bumi. Sejarah rokok di Indonesia pun tak kalah menariknya. Seperti awal terciptanya kata KERETEK. Dikisahkan Haji Jamahri, penduduk asli Kudus, selalu mengalami rasa nyeri di dadanya. Untuk mengurangi rasa sakitnya, Haji Jamahri mengusapkan minyak cengkeh, bahkan mengunyah cengkeh. Hasilnya rasa nyeri pun berkurang. Kemudian ide untuk merajang cengkeh dicampur daun tembakau dengan dilinting daun jagung kering pun muncul. Jadilah sebuah penemuan fenomenal pada masa itu. Ia membakar lintingan itu, menghisapnya sampai masuk ke paru-paru. Rasa sakit di dadanya pun perlahan sembuh. Penemuannya itu menyebar dengan cepat. Semula penduduk sekitar menyebut penemuannya itu ROKOK CENGKEH. Tetapi kemudian berganti sebutan menjadi ROKOK KERETEK. Karena ketika dibakar, terdengar bunyi keretek-keretek. Beruntunglah pada jaman itu bunyi bakarannya bukan CROD CROD. Kebayang kan kalau bunyi bakarannya terdengar seperti itu, sekarang kita pasti memiliki sebutan ROKOK CROD .

Banyak hal yang dikupas dalam buku ini. Sejarah tembakau di Eropa, Indian dan manfaatnya pada jaman itu. Khusus di Indonesia, sejarah bisnis rokok ditandai dengan munculnya perusahaan resmi dengan merek Tjap Bal Tiga milik Nitisemito yang seorang mantan kusir. Berikutnya muncul perusahaan rokok seperti Nojorono, Djamboe Bol, Djarum dan Sukun. Sementara di Jawa Timur muncul PT HM Sampoerna. Menarik sekali membaca buku ini. Seakan kita dibawa wisata kuliner rokok ke jaman dimana saya sama sekali belum terpikirkan oleh Tuhan mau dilahirkan sebagai apa, dimana, di suku apa dan seterusnya.

Meskipun ulasan soal sejarah rokok dan raja-raja rokok tidak sedalam lautan, tetapi cukuplah membuka wawasan kita untuk memahami lebih dalam tentang rokok, dan bagaimana menyiasati merokok dengan kondisi badan tetap sehat, bugar segar tanpa penyakit.

Ternyata, menurut buku itu, salah satu siasatnya adalah mengonsumsi makanan yang bisa mencegah kanker, jantung, olah raga, istirahat yang cukup dan cek ke dokter secara rutin. Ngaks! Kalau semua perokok menerapkan pola hidup seperti ini, semakin hari pastinya akan semakin banyak orang yang merokok tanpa harus takut mati muda.

Untuk penggila rokok sejati, buku ini cocoklah untuk sekedar memahami filosofi rokok, tata krama merokok yang baik dan benar. Supaya jangan asal mulut ngebul doank. Dan biar tetap bisa merokok tanpa harus takut terkena penyakit mengerikan macam kanker, jantung dan penyakit kelas berat sebangsanya.

So, saran saya, teruslah merokok! Jangan pernah berhenti merokok! Karena dengan merokok, Anda semua telah berjasa bagi petani tembakau, cengkeh, buruh linting, pekerja-pekerja di pabrik dan perusahaan rokok, pedagang asongan, toko kelontong, pemerintah yang mendapatkan pajak triliunan, juga media-media TV, Radio, Billboard, Koran yang mendapatkan uang dari penayangan iklan rokok. Production House yang sudah memproduksi iklannya, tempat postpro, musisi, tempat recording, editor, talent VO, talent rokok dan semuanya yang berhubungan intim dengan rokok, termasuk Biro Iklan; Creative Director, Art Director, Copywriter dan segenap karyawan di Biro Iklan yang meng-handle merek rokok.

Wah! Ternyata banyak ya orang yang menggantungkan hidupnya dari rokok. Kebayang kan jasa para perokok. Betapa besarnya jasa mereka. Yah…dibanding jasa presiden mah nggak ada apa-apanyalah. Catat itu!

Sebagai penutup, beberapa tahun lalu, saya jalan-jalan ke pedalaman salah satu gunung di Jawa Barat. Di usia semuda dan seliar ini, saya sudah tidak mampu berjalan kaki menaiki bukit berlama-lama. Payah! Padahal saya tidak merokok lho. Sementara, seorang bapak tua yang duduk di bawah pohon sambil merokok masih mampu memanggul kayu, yang beratnya tidak bisa saya pikul. Ketika saya bertanya berapa umurnya, si bapak tua itu bilang kalau usianya sudah tua. Tujuh puluh tahun. Duenkkk! Miris ya. Umur 70 tahun, perokok tembakau dilinting daun kawung, masih kuat naik turun bukit sambil memanggul kayu. Hebring! Saya yang masih berumur belasan kalah kuat. Kayanya saya harus merokok. Ngeks!

Akhir kata,”Hidup rokok!”



Hiduuppp!


Top