Kisah Inspiratif : "pendidikan itu mahal, tapi tak semahal niat dan tekad kita"

Ada pepatah mengatakan "tuntutlah ilmu samapai ke negeri cina". Pepatah itu memang mungkin benar adanya. Namun, faktanya yang terjadi banyak orang yang kurang begitu tahu mengenai arti sesungguhnya pepatah tersebut. Banyak orang (remaja terutama) yang belum memiliki mental yang kuat selalu beranggapan bahwa menuntut ilmu cukup sampai di SMA/SMK sederajat setelah itu bekerja. Mereka tak menyadari ada jenjang yang lebih tinggi lagi yang bisa menjadi batu loncatan kita mendapatkan kesuksesan. Tak sedikit pula beranggapan meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi adalah sesuatu hal yang mahal.

Cerita Sepanjang Penghidupan


Faktor ekonomi memang menjadi penyebab utama dari semua masalah tersebut. Di negara Indonesia ini kebanyakan adalah kalangan menengah ke bawah. Sehingga mereka lebih mementingkan hidupnya sekarang yang susah ketimbang susah dirasa begitu dalam sekarang namun menyimpan kesuksesan di masa mendatang.

Beberapa tahun lalu, ketika saya menuju bangku kuliah pertama kali setelah diterima di salah satu PTN. Ada cerita unik dibalik kisah saya dan keluarga saya dalam menghadapi masalah ini. Keluarga saya adalah keluarga yang pas-pasan. Meski ada program bidik misi yang menggratiskan biaya kuliah bahkan diberi biaya hidup, namun tak bisa kuambil. Mengingat profesi ayah saya adalah seorang PNS. Selain itu, pandangan hidupku yang selalu memikirkan bahwa "meski kita susah, tapi masih ada orang yang dibawah kita". Dari situlah saya mengambil kesimpulan bahwa susah bukan berarti merasa susah.

Dengan diterimanya saya di salah satu PTN dengan jalur biasa, bukan rahasia lagi kalau masuk kuliah harus menyiapkan dana yang begitu besar. Apalagi waktu itu, keluargaku sedang memiliki hutang yang begitu besar untuk acara pernikahan kakakku. Jarak yang begitu singkat antara pengumuman hasil seleksi dan pembayaran pertama yang mencapai belasan juta, orang tua saya harus memutar otaknya sedalam mungkin agar saya bisa meneruskan ke jenjang yang tinggi. Akhirnya dengan ikhlas kakak ku satunya menawarkan kepada orang tuaku agar sepeda motornya dijual untuk biaya masuk kuliah adiknya yaitu aku. Walau sebenarnya ibu tidak tega karena saat itu kakakku bekerja sebagai karyawan kotrak saja. Akhirnya sepeda motor itu dijual dan aku bisa masuk ke Pendidikan Tinggi.

Sekarang aku bersyukur masih bisa bertahan untuk kuliah ditengah himpitan ekonomi yang semakin menjadi-jadi. Selanjutnya aku bisa meyimpulkan bahwa "PENDIDIKAN ITU MAHAL, TAPI TAK SEMAHAL DENGAN NIAT DAN TEKAD KITA".

Semoga kisahku diatas dapat menginspirasi teman-teman yang akan melanjutkan kuliah dan menambah motivasi kita agar terus maju menuntut ilmu. 

Top